Kubuka jendela di pagi hari. Kupandangi langit yang luas tak terbatas. Kuraba hati, kembali. Mencoba mengais apa yang tersisa dari perjalanan kalam batin, enam bulan terakhir ini. Betapa susahnya menyelami hati yang seluas langit itu. Hati pun punya ruangan tak terbatas. Segalanya menjadi esa dalam sebuah medan; menggumpal dan berdesakan lalu meletuplah aneka rasa. Gelisah, kesendirian, kesunyian, duka, lara, hampa, derita, bahagia, kangen, rindu, cinta, dan segala macam istilah; menggores cerita tak habis-habis. Berderai tak ubahnya mata langit yang meneteskan hujan.
Pagi membawa pesan-pesan baru dari semesta. Udara yang diam begitu indah menghadirkan bola dengan kemuning sinarnya.
Pagiku dulu dan kini, tak ada bedanya. Hanya ruang dan waktu yang membuatnya jadi sedikit berbeda. Pagiku kini pun kuarungi dengan gulungan cerita demi cerita yang setiap saat selalu membentuk gugusan baru. Pagiku pun tak ada capainya memotret kisah rindu dan cinta yang kubangun dan kujaga untuk seorang ......
Siapa yang memulai kisah itu? Yang pasti, akulah orangnya. Tapi aku pun tak pernah memaksa memulainya, semua berjalan tanpa rencana. Setiap kubuka jendela dan kulihat matahari di pagi hari selalu ada getarmu yang hinggap. Hilang rasanya tak mungkin aku mengakhiri kisah itu. Hatiku telah terenggut habis hingga ke akar-akarnya.
Lewat kata-kata yang luruh di ratusan kertas putih, aku menumpahkan sepenggal kisah itu. Bagaimana mungkin aku akan mengakhiri kisah itu sementara pencarianku masih terus berjalan. Meski tangan ini mulai tertatih menulis tentangmu, kisah itu belum juga menemui titik pengakhirannya.
Kalau kini kembali aku menuliskan kisah itu, tak lain bersumber dari perjalanan pencarianku yang semakin menemui catatan-catatan baru tentangmu, tentang kita berdua. Masih saja gelisah, rindu, dan cinta ini menengahi langit dengan aneka warna, mengecup kebisuan, membungkam cakrawala dengan sejuta tanya, tanpa jawab. Ternyata, masih banyak cerita yang tertinggal dan tapak-tapak baru yang menjejak tegas dalam lelahnya penembaraanku. Dalam kisah itu, tertulis kenangan yang luruh di langit dan bumi. Aku ingin terus mencatat setiap detik kutipan cerita yang tertoreh, tanpa terkecuali. Terlalu indah melewatkan setiap gelisah yang hadir, setiap rindu yang mengetuk-ngetuk di balik temaram senja dan setiap cinta yang mengalir di hentakan nafas.
Kenangan itu mungkin saja hanya ilusi atau bahkan mimpi belaka. Aku tak peduli. Aku akan terus menjaring mimpi. Mimpi menjadi kekasihmu, yang setia dan selamanya berada dalam payung mata beningmu. Rebah dan terbaring manja di permadani hatimu, tersenyum, dan menangis di sudut bibirmu, mengabdi pada cintamu, satu.
Aku tak berdaya untuk menghapus apapun tentangmu. Aku tetap dan akan selalu menikmati semua yang ada padamu. Mungkin warasku telah menemui titik ketiadaannya. Tapi biarkan saja, semua itu tak akan mengubah apapun. Sebaris waktu bersamamu menjadi pahatan terindah dalam perjalanan hidupku. Dan itu membuatmu menjadi malaikatku, seutuh-utuhnya, segala-galanya.
Aku terlanjur sakau akanmu. Sesakau inginku untuk mengakhiri kisah ini dengan pengakhiran yang membahagiakan. Itulah mimpiku. Pilihan tetaplah sebuah pilihan. Seperti juga aku ingin memilih pengakhiran yang membahagiakan untuk menjadi titik muara dari kesakauanku. Biarlah sakau ini terus menguntit di jejak hari-hariku, menggeser tiap inci logika nalarku. Aku rela dan akan tetap menjaganya seperti janji pepohonan yang setia selamanya meneduhi alam.