Sabtu, 04 Februari 2012

Catatan tak berguna

Aku selalu menuntut kesempurnaan. Aku inginkan keabadian. Akulah penyembah kekuasaan. Di saat aku berada dalam gelapnya diriku, di saat semuanya, akibat yang tak dapat kubayangkan, tak dapat kupungkiri. Aku masih tetap membutuhkan kasih sayang yang lainnya.

Aku selalu membayangkan hidup terpisah. Padahal setiap orang adalah saudara, seburuk apapun. Aku selalu membayangkan bisa melakukan segala hal sendirian. Tapi kenyataannya aku adalah orang yang hanya bisa merepotkan yang lainnya.

Saat ini aku stress sendiri, tak ada tempat berlari, tak ada tempat bersembunyi.

Sabar. Mungkin itu kata yang tepat. Yang ku butuhkan saat ini adalah orang yang bisa membuatku tenang. Mungkin dialah salah satunya! Karena hati kecilku selalu saja menyebut namanya.

Saat bimbang, di antara banyak pilihan. Di antara mutiara-mutiara yang menyilaukan mata. Mungkin yang paling redup kilaunya yang kupilih suatu saat. Karena aku tak butuh… Tak butuh kilaunya. Ya, tak butuh kilaunya! Aku tidak ingin mataku buta karena kilaunya. Kilau itu diraihnya dari usaha dalam kehidupannya tanpa aku. Aku tak mau datang sebagai benalu. Tidak ingin kunodai kilaunya itu. Biarlah bersinar selalu. Kalau perlu tak usah siapapun memilikinya.

Aku akan membuat diriku berkilau juga. Hingga diriku pantas untuk bersanding dengannya.

Sampai detik ini

Ku cermati hikayat seorang cendekiawan
Sejatinya juga insan tak berkepunyaan
Namun dirinya paling berkilau di antara berlian
Demikian, pemikirannya adalah cerminan

Dari keagungan tercipta sebuah mahakarya
Sebagai apresiasi patriotis terhadap bangsa
Kini kearifannya tak lagi menggema
Tapi kenyataan tak menyurutkan asa


Dan sampai hari ini
Ku masih terpuruk terkekang penat sendiri
Karena langkah terhenti, lihat masanya nanti
Ketika keadilan hanya memandang materi

Tak perlu terlalu jauh kita menerawang
Jangan lupakan makhluk sesama kandang
Adalah mereka yang sudah di awang-awang
Lalu hilang dari kebaikan yang tak berpulang

Dan sampai hari ini
Ku masih terpuruk terkekang penat sendiri
Karena langkah terhenti, lihat masanya nanti
Jika tak dibekali moral berbudi

Timbullah berbagai aksi apatis
Bagi yang sentimen dan dicekam rasa pesimis
Ingin fakta bukan fiktif kompromistis
Bukan sekadar janji yang terucap manis

Dan sampai hari ini
Ku masih terpuruk terkekang penat sendiri
Andaikata yang bicara ialah diskriminasi
Lengkap sudah kebodohan generasi